Wednesday, September 24, 2008

Pornografi

Lagi-lagi Undang undang pornografi jadi kontroversi.
Kalau tidak salah lihat, dalam undang-undang itu ada pasal
pengecualian definisi pornografi yang mengedepankan ketelanjangan dan lain-lain itu
pada kepentingan ilmiah, dan budaya. Sebenarnya ini menyelesaikan banyak hal.
Tapi Bali dan Jogja.. maju bersama-sama. Semua traumatik terhadap fundamentalisme Islam
yang mereka sangka ada dibalik pembahasan UU pornografi itu.
Orang Joga takut tidak bisa memakai kemben di upacara pernikahan mereka, dan juga tari-tarian mereka, pun orang Bali. Mereka pun takut FPI merazia bule-bule berbikini di Kuta.
Hm..
ketelanjangan, pornografi, ekspresi tradisional dan budaya. Kata-kata ini sudah cukup memusingkan. Lebih erotik mana, goyang inul atau geliat jaipongan? kedua-duanya bisa membuat banyak laki-laki pusing kepala.
Mungkin yang harus di atur adalah dimana ini bisa dipertontonkan. TV punya aturan jelas ttg kesopanan. Tidak semua masyarakat di lingkungan pantai menerima orang telanjang di pinggir pantainya. Lalu?
Sebenarnya apa yang dirumuskan, saat orang membincangkan pornografi, batas moral?
pada hal apa pornografi menjadi kejahatan dan tidak?
Lebih baik membicarakan konsekuensi pidana dari industrialisasi pornografi, kejahatan sexual terhadap perempuan dan anak-anak, mungkin akan banyak orang sepakat. Tapi, bagaimana mendefinisikan kesopanan dalam standar masyarakat yang berbeda sejarah?
wah, magrib...
nanti diteruskan lagi. Kalau mood. :))

0 comments: